Jumat, 22 Februari 2008

Semarang Bussines Forum 2008

Masalah utama yang dihadapi oleh Indonesia dalam usaha menjadi negara tujuan utama investasi adalah iklim investasi yang kurang kondusif. Berbagai studi menunjukkan bahwa iklim investasi Indonesia lebih buruk dibanding Cina, Thailand, Vietnam dan negara-negara ASEAN lainnya. Iklim investasi dapat didefinisikan ‘sebagai semua kebijakan, kelembagaan, dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa mendatang, yang bisa memengaruhi tingkat pengembalian dan risiko suatu investasi’. Banyak studi menemukan bahwa pelaksanaan otonomi daerah sejak tahun 2001 telah memperburuk iklim investasi di Indonesia. Masih rendahnya pelayanan publik, kurangnya kepastian hukum, dan berbagai Peraturan Daerah (Perda) yang tidak “pro-bisnis” diidentifikasi sebagai bukti iklim bisnis yang tidak kondusif. Pelayanan publik yang dikeluhkan terutama terkait dengan ketidakpastian biaya dan lamanya waktu berurusan dengan perizinan dan birokrasi. Ini diperparah dengan masih berlanjutnya berbagai pungutan, baik resmi maupun liar, yang harus dibayar perusahaan kepada para petugas, pejabat, dan preman. Alasan utama mengapa investor masih khawatir untuk melakukan bisnis di Indonesia adalah ketidakstabilan ekonomi makro, ketidakpastian kebijakan, korupsi multilevel dari pusat hingga daerah, perizinan usaha, dan regulasi pasar tenaga kerja ( sumber : www.investorindonesiacom ).

Hal tersebut di atas dibuktikan dengan berbagai kegiatan kerjasama antar daerah untuk membuka peluang investasi yang kurang diminati oleh pemodal (investor). Di sisi lain banyak peraturan perundang-undangan/regulasi yang kurang menjamin pertumbuhan investasi, karena hambatan birokrasi maupun konstelasi politik dalam negeri yang tidak kondusif. Suatu studi yang dilakukan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) bekerjasama dengan The Asia Foundation tahun 2002 pada 134 kabupaten/kota di Indonesia menyatakan bahwa penerapan peraturan daerah (perda) tentang pungutan lebih didorong oleh keinginan untuk menaikkan PAD secara berlebihan yang dikuatirkan dapat merugikan pembangunan daerah yang bersangkutan. Sebagian menyatakan bahwa penerapan perda tentang pungutan (retribusi, pajak daerah, dan pungutan lainnya) kurang menunjang kegiatan usaha (proporsinya: 38,1 persen distortif, 47,8 persen bisa diterima, dan 14,2 persen menunjang). Berdasarkan penelitian LPEM UI Tahun 2003, pengeluaran perusahaan untuk biaya “tambahan atau pungutan liar” telah mencapai 11 persen dari biaya produksi. ( sumber :
www.setneg.go.id )

Dari sisi kelembagaan bisnis dan investasi, masih dihadapkan pada kendala penciptaan sistem informasi peluang usaha yang dengan cepat dan mudah diakses. Artinya, kapasitas kelembagaan bisnis tingkat lokal untuk menembus pasar global tidak didukung oleh kinerja yang memadai, baik dari sisi kualitas Sumber Daya Manusia, e-governance, maupun data investasi yang akurat.

Hal ini sebagai tanda bahwa kebijakan strategis baik pada ekonomi lokal pemerintah daerah maupun pemerintah pusat belum ada kesepahaman dalam proses perencanaan maupun implementasi kebijakan yang sinergis.

Berdasarkan kondisi faktual di atas dan dengan terjadinya ketimpangan dunia usaha, berikut berbagai harapan dalam kerangka pembangunan ekonomi nasional, maka dipandang perlu re-evaluasi strategi kebijakan baik secara ekonomi maupun politik yang dipandang penting untuk diantisipasi.

Berbagai pendekatan antisipasi untuk mengatasi hal tersebut dan menciptakan dunia usaha yang kondusif baik lokal, regional maupun global, maka Provinsi Jawa Tengah yang memiliki berbagai potensi sumber daya alam serta ruang usaha yang cukup luas, perlu ditempuh strategi kebijakan terpadu yang merefleksi kerjasama antar daerah dalam satu wadah pelayanan sistem informasi bisnis yang sehat dan dinamis.

Atas dasar tersebut di atas, Kota Semarang sebagai ibukota provinsi ingin berperan memfasilitasi bisnis dan investasi dengan menyajikan data dan informasi potensi dan peluang bisnis. Program kebijakan ini ditempuh dengan pendekatan kelembagaan sejak tahun 2007 dengan nama Semarang Business Forum, disingkat SEM’BIZ. Tahun 2008, kembali digelar event SEM’BIZ dengan tema “ PRO INVESTASI Memperluas Lapangan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi”

PELAKSANAAN
Semarang Business Forum 2008 ( SEM’BIZ 2008 ) akan dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal : Jumat, 2 Mei 2008
J a m : 08.00 – selesai
Tempat : Ballroom Hotel Gumaya Semarang Jl. Gajahmada No. 59 – 61 Semarang

PESERTA
Peserta yang diharapkan hadir adalah sejumlah 300 orang,yang terdiri dari:
a. Pengusaha dan Investor Asing, Nasional dan Jawa Tengah
b. Pemerintah Pusat, Provinsi, Kota/Kabupaten se – Indonesia
c. Kadin se – Jawa Bali
d. PHRI, ASITA seluruh Indonesia
e. Asosiasi Profesi Nasional
f. Bank Nasional dan Internasional
g. Lembaga Keuangan dan Donor
h. Pers
i. LSM
j. Legal Profesional
k. Perguruan Tinggi
KONTRIBUSI PESERTA
Dalam penyelenggaraan SEM’BIZ 2008, biaya kontribusi peserta meliputi :
- Sebesar Rp. 500,000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Peserta Regular ;
- Sebesar Rp. 5.000.000,- untuk Peserta Regular yang akan mempresentasikan proyeknya di Working Group Session.
Peserta akan mendapatkan Seminar Pack, Coffee Break dan Lunch
Pendaftaran Paling Lambat 25 April 2008
SEKRETARIAT
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Sekretariat SEM’BIZ 2008 di Gedung Mr. Moch Ichsan Jl. Pemuda No. 148 Semarang
Telp : (024) 3562434, (024) 3562433, (024) 3549077
Fax : (024) 3562430
CONTACT PERSON :
Siti Ariawati, SE MM (081325734321)
Siky H. Wedariwati (0818293072)

Tidak ada komentar: